Rabu, 06 Agustus 2008

Pusat oleh-oleh dari Jalan Mataram


Berlibur rasanya belum lengkap jika tidak membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman di rumah. Pada umumnya sebuah daerah wisata memiliki beberapa tempat khusus guna memenuhi kebutuhan tersebut. Pulau Bali misalnya, dengan Pasar Sukowati-nya yang menjual berbagai pernik khas Bali. Demikian halnya dengan Jogjakarta kita tercinta. Selain daerah Pathok yang merupakan sentra penjualan Bakpia, ada juga Jalan Mataram yang menyediakan beragam makanan khas sebagai oleh-oleh.


Di jalan yang terletak di sebelah timur Jalan Malioboro ini, terdapat sekitar delapan toko yang menjual berbagai makanan daerah. Mulai dari Bakpia, Geplak, bahkan Wingko Babat yang sebenarnya merupakan makanan khas Semarang. Namun karena letaknya yang strategis, kawasan ini pun menjadi tujuan bagi para wisatawan yang tengah berkunjung. Mulai dari pelanggan yang hendak pulang kampung hingga siswa-siswi yang tengah study tour di Jogja.
Bagi ibu Nini, salah satu pemilik toko oleh-oleh di sana, salah satu alasan baginya membuka usaha ini adalah modal yang tidak terlalu besar. Kebanyakan barang dagangannya merupakan titipan dari produsen di Jogja dan sekitarnya dengan sistem konsinyasi. "Karena semuanya titipan, prosentase kerugian otomatis dapat diminimalkan. Setidaknya saya tidak begitu rumit memikirkan perputaran barang karena posisi saya sebagai penyedia tempat saja," urai wanita yang membuka usaha ini sejak empat tahun lalu.


Selain libur sekolah, lebaran, natal dan tahun baru, kawasan ini juga ramai dikunjungi pada masa long weekend. Hari kejepit, demikian istilah yang kerap digunakan. Jika tiba musimnya, puluhan kardus Bakpia atau puluhan kilo geplak akan keluar dari etalase toko oleh-oleh disini. Ya, bakpia dimanapun berada tetap menjadi primadona dari Jogja. Makanan lain yang kerap pula diserbu oleh pelanggan adalah geplak dan yangko, dengan rata-rata harga antara Rp 10.000,- sampai Rp 17.500,- .


Berada tepat di sebelah timur Malioboro, kawasan ini mendapat hibah kendaraan bermotor yang memadati jalan. Belum lagi area parkir yang disediakan di sepanjang bahu jalan. Namun demikian hal itu dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi para pengunjung, karena berarti tidak perlu berjalan terlalu jauh. Jangan pula khawatir jika anda merupakan rombongan dari bus pariwisata yang harus berhenti di terminal Abu Bakar Ali. Ada beberapa jalur angkutan umum yang dapat digunakan, antara lain jalur 2 dan jalur 10.
Untuk Anda yang harus berangkat pagi atau malam hari, beberapa toko sudah mulai buka pada pukul 06.00 sampai dengan 21.30. Anda pun dapat menyempatkan diri mampir kemari untuk membeli oleh-oleh bagi keluarga maupun teman di rumah sebelum mengejar keberangkatan ke kota tujuan. Selamat datang dan selamat jalan. Semoga Jogja tetap berkesan di hati, dengan oleh-oleh yang Anda bingkiskan. (dee)

Selasa, 05 Agustus 2008

Menyimak Keunikan Galeri Sang Maestro Affandi



Bangunan unik yang terletak di Jl. Adisucipto 167 ini merupakan kreasi pribadi pelukis besar ekspresionis Indonesia, Affandi, yang dibangun secara bertahap sejak tahun 1960 dengan kurun waktu mencapai 12 tahun. Karena didesain sendiri oleh si empunya, museum Affandi secara filosofis menyimpan berbagai kenangan dan refleksi dari diri sang Maestro. Atap kompleks museum Affandi yang merupakan replika dari pelepah pisang, misalnya, diceritakan oleh Juki Affandi berakar dari sebuah kejadian sederhana yang pernah dialami oleh Affandi. "Dulu pak Affandi pernah kehujanan dan beliau menggunakan pelepah pisang untuk menutupi kepalanya, karena itu atap museum ini berbentuk seperti pelepah pisang," tuturnya.

Dibangun diatas tanah seluas 3500 meter persegi, Kompleks museum Affandi memiliki tiga galeri utama di samping beberapa bangunan pendukung lainnya, antara lain guest house, studio lukis, dan kafe serta satu kolam renang kecil dengan pepohonan yang asri disekelilingnya. Galeri pertama yang terletak di sebelah selatan kompleks museum adalah galeri khusus di mana tersimpan sekitar 300 buah karya Affandi dalam berbagai media yang mampu dikumpulkan oleh keluarga Affandi selaku pengelola museum ini. Di gallery inilah dipamerkan lukisan Affandi yang memperlihatkan perjalanan kariernya sejak tahun 1930-an.
Selain lukisan, di galeri ini juga terdapat Mitsubishi Galant keluaran tahun 1970, mobil pribadi Affandi, yang telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh Affandi dengan dominasi warna kuning dan hijau yang merupakan warna favorit sang maestro. Bukan untuk dikendarai, namun hanya dipamerkan pada pengunjung.
Galeri kedua berisi lukisan karya keluarga besar Affandi, Kartika Affandi, Rukmini, serta berbagai karya dari pelukis kenamaan lainnya. Sedangkan galeri ketiga merupakan galeri yang khusus disiapkan pihak museum untuk memajang karya para pelukis lain yang hendak menjual lukisannya. Galeri tiga yang baru diresmikan oleh Sri Sultan HB X pada tahun 2000 lalu terdiri dari tiga lantai bangunan, lantai pertama digunakan untuk ruang pameran, lantai kedua untuk ruang perawatan atau perbaikan lukisan, dan ruang bawah tanah berfungsi sebagai ruang penyimpanan lukisan.

Selain sebagai ruang pamer beragam karya lukis, Museum Affandi juga terbuka untuk berbagai acara yang diselenggarakan oleh pihak luar. Mulai dari acara lomba menggambar hingga pentas musik pernah diadakan di area kompleks Museum Affandi. Penataan bangunannya yang unik memang cocok untuk memberikan suasana yang berbeda bagi kegiatan apapun.
Suasana asri dan sejuk begitu terasa di kawasan museum. Ditambah lagi detail bangunan yang begitu unik dan berbeda. Tidak salah rasanya jika Museum Affandi dijadikan sebagai salah satu tempat alternatif untuk membebaskan pikiran sejenak pada akhir pekan. Untuk dapat mengakses keunikan di Museum Affandi dikenakan biaya masuk sebesar Rp 10.000,- bagi turis domestik dan Rp 20.000,- bagi turis asing. Tapi jika Anda ingin mengabadikan kunjungan Anda, terdapat biaya tambahan sebesar Rp 10.000,- - Rp 30.000,- untuk sebuah lukisan, tergantung dari media yang digunakan. Setelah puas melihat-lihat dan mengabadikan berbagai lukisan di Museum affandi, pengunjung pun bisa menikmati sajian menu yang tersedia di kafe 'Loteng' atau melanjutkan kegiatan dengan bermain air di kolam renang kompleks museum. Tentu saja ada tambahan biaya sebesar Rp 5.000,- untuk berenang di kolam tersebut. Tertarik untuk mencoba? (dee)








Menikmati Kota Tua Kotagede...


Kemenangan Ki Gede Pemanahan atas Arya Penangsang yang berseteru dengan Raja Pajang menjadi awal berdirinya Kerajaan Islam Mataram. Atas peran Ki Gede Pemanahan membantu Pajang, Raja Pajang menghadiahinya sebuah hutan bernama Alas Mentaok. Ki Ageng Pemanahan lalu mendirikan Kerajaan Islam Mataram Kuno pada tahun 1575 dengan rakyatnya yang disebut mentawisan.

Kota Tua Sekaligus Sentra Kerajinan Perak

Terletak sekitar 10 kilometer di sebelah tenggara jantung kota Yogyakarta, wilayah itu sekarang terkenal dengan nama Kotagede yang merupakan sentra kerajinan perak di Yogyakarta. Menyimpan sekitar 170 bangunan kuno buatan tahun 1700 hingga 1930, "Kotagede tidak cukup disebut sebagai Kota Perak, tetapi Kota Tua (The Old Capital City)" menurut seorang budayawan Kotagede, Achmad Charris Zubair.
Memasuki Kotagede dari arah utara melalui Gedong Kuning, sebuah jalan kecil diapit bangunan klasik yang berjejer di kedua ruas jalan seakan menjadi pembuka eksotis bagi wisatawan setelah melewati gapura.
Semenjak memasuki wilayah Kotagede, para wisatawan sudah bisa menikmati berbagai kerajinan perak yang dijual di bagian depan rumah penduduk sekaligus galeri (berbentuk Joglo yang biasanya untuk menerima tamu) dengan jenis dan harga yang beraneka ragam.
Kerajinan perak sendiri merupakan budaya turun temurun. Pada awalnya kerajinan di Kotagede berupa emas, perak dan tembaga. Namun seiring waktu, kerajinan peraklah yang paling diminati. Sehingga para pengrajin lebih banyak memilih untuk mengolah perak hingga sekarang. Saat ini, kerajinan ini sudah diekspor ke manca negara terutama Eropa. Dan biasanya permintaan akan melonjak setiap akhir tahun.
Mampirlah ke salah satu galeri untuk melihat berbagai kerajinan, mulai dari perhiasan, benda pajangan atau alat makan dari perak yang dibuat dengan sentuhan artistik para pengukir perak Kotagede, senyuman dan sapaan hangat akan menjadi sambutan yang menyenangkan untuk mengawali perjalanan menelusuri Kotagede.

Makam Pendiri Kerajaan Mataram Kuno

Ke arah selatan perkampungan, terdapat sebuah pasar rakyat yang dikenal dengan sebutan Pasar Gede. Meski bangunannya hanya memakai arsitektur sederhana dan seadanya, pasar tradisional yang dibangun pada masa Panembahan Senopati telah menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi masyarakat mentawisan. Hal ini yang membuat Kotagede dikenal dengan nama Pasar Gede atau Sargede dulunya.
Sekitar 50 meter selatan Pasar Gede di jalan Masjid Besar, sebuah gapura dengan benteng panjang melindungi salah satu situs kejayaan Mataram tempo dulu yang masih terawat dengan baik, sebuah Petilasan Kraton Kotagede. Beberapa pohon beringin berjulur panjang yang menandakan usianya yang telah tua seolah menjadi penjaga tempat keramat tersebut. Melewati gapura kedua ada sebuah tembok tinggi sekitar dua meter dengan jalan di kedua sisinya menghalangi pandangan dari gapura ketiga yang menjadi jalan menuju kompleks Masjid Agung.
Di tengah kompleks terdapat Masjid pertama di Kotagede dikelilingi rumah para Abdi Dalem. Masjid tersebut dibangun oleh Sultan Agung bersama masyarakat setempat - yang waktu itu kebanyakan memeluk agama Hindu dan Budha - maka arsitekturnya pun banyak mengadopsi corak khas arsitektur Hindu dan Budha. Salah satunya adalah gapura masjid yang berukiran mirip vihara. Ukiran-ukiran kayu yang menghiasi hampir setiap sudut masjid juga bercorak gaya Hindu dan Budha. Hal ini menjadi keunikan tersendiri dari masjid ini. Di dalam Masjid juga terdapat sebuah mimbar yang berukiran unik, upeti dari Adipati Palembang kepada Sultan Agung.
Sebelah selatan Masjid terdapat komplek makam para Pendahulu Kerajaan Mataram serta kerabat keluarga kerajaan yang juga merupakan tempat tinggal Ki Ageng Pemanahan dulunya. Terdapat sebuah bangsal duda (sekarang menjadi koperasi) ketika melewati gapura pertama sebelum memasuki gapura kedua.
Melewati gapura kedua sebuah komplek menjadi pembatas sekaligus jalur penghubung menuju makam juga Sendang Saliran (tempat pemandian). Pada komplek ini terdapat kantor, gudang, bangsal pengapit lor dan bangsal pengapit kidul.
Di sebelah barat komplek terdapat sebuah gapura menuju komplek makam. Memasuki komplek ini, wisatawan diwajibkan memakai pakaian adat Jawa dan melaksanakan tahlilan (doa) sebelum membuka makam. Melewati sekitar 720 makam, wisatawan akan dihantar menuju sebuah bangunan utama yang menjadi tempat bersemayam Keluarga Besar Kerajaan. Di antaranya Nyai Ageng Nis dan P. Djoyo Prono yang merupakan eyang dari Panembahan Senopati, Ki Ageng Pemanahan (ayah dari Panembahan Senopati), Panembahan Senopati hingga Kyai Wonoboyo Mangir, menantu sekaligus musuh Panembahan Senopati yang makamnya setengah berada di luar bangunan menjadi keunikan tersendiri di makam ini. Konon kematian Kyai Ageng Mangir disebabkan kepalanya dibenturkan ke batu yang menjadi singgasana Panembahan Senopati oleh Panembahan sendiri. Batu itu sendiri masih bisa dilihat di sebelah selatan komplek Masjid sekitar 100 meter.
Menurut Pak Muji salah satu Abdi Dalem kepada YogYES, pengunjung biasanya berdoa memohon restu dan keselamatan serta kesuksesan di setiap Makam Raja.
Sementara itu di sebelah selatan makam terdapat tempat pemandian yang terbagi menjadi Sendang Kakung untuk pria dan Sendang Putri untuk wanita. "Menyegarkan diri di tempat ini bisa menjadi penyembuh beberapa penyakit serta memohonkan kesuksesan serta kesejahteraan" tambah Pak Muji.

Rumah Kalang

Setelah menziarahi makam, wisatawan bisa mengunjungi salah satu rumah kuno yang dibangun oleh almarhum Pawiro Suwarno pada 1920-an, yang waktu itu seorang pengusaha kaya di Kotagede. Rumah ini dikenal juga dengan sebutan Rumah Kalang. Orang Kalang merupakan pendatang yang diundang oleh Raja untuk menjadi tukang ukir perhiasan kerajaan.
Keunikan Rumah Kalang ini adalah adanya perpaduan unsur Jawa dan Eropa, yaitu joglo yang dijadikan rumah induk terletak di bagian belakang dan di depan bangunan model Eropa. Bangunan Eropa ini cenderung ke bentuk baroque, berikut corak corinthian dan doriq. Sedang pada bangunan joglonya, khususnya pendopo sudah termodifikasi menjadi tertutup, tidak terbuka seperti pendopo joglo rumah Jawa. Relief-relief dengan warna-warna hijau kuning, menunjukkan bukan lagi warna-warna Jawa lagi. Munculnya kaca-kaca warna warni yang menjadi mosaik penghubung antar pilar-pilar, menunjukkan joglo ini memang sudah menerima sentuhan lain.
Rumah bergaya campuran Jawa dan Eropa ini yang sekarang menjadi milik keluarga Ansor terletak sekitar 300 meter di utara Pasar Gede. Sambil menikmati keindahan arsitektur masa lampau, wisatawan juga bisa membeli kerajinan perak yang diukir indah oleh tangan-tangan terampil serta menikmati santapan lezat di rumah keluarga Ansor yang telah dijadikan salah satu galeri perak terbesar di Kotagede serta sebuah restoran tanpa merubah bentuk asli rumah tersebut.

Masakan dan Makanan Khas

Berbicara soal santapan lezat, kurang lengkap rasanya jika belum mencicipi sate karang khas Kotagede. Bukan karena satenya sekeras karang sehingga dinamakan demikian, melainkan karena nama desa tempat Pak Prapto (penemu resep sate karang) menjual satenya adalah Desa Karang. Jangan khawatir bila mencicipinya, sate ini merupakan sate sapi manis dengan dua keunikan. Keunikan pertama pada tiga pilihan sambalnya, sambal kacang, sambal kecap atau saus-kocor. Yang dimaksud saus kocor, sambal yang mirip sambal rujak yang manis, asam dan encer. Keunikan kedua dari sate ini, penjual akan menyediakan beras kencur sebagai minuman pendamping Sate Karang. Sebuah perpaduan yang menyegarkan.
Sebelum pulang, jangan lupa membeli oleh-oleh "kipo", makanan khas Kotagede. Terbuat dari tepung beras dan diisi dengan parutan kelapa yang dibumbui gula. Dibentuk seukuran jari dan dihidangkan dengan alas daun pisang. (YogYES.COM: R. Syah)

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat


Keraton atau dalam bahasa aslinya disebut Karaton berlokasi di pusat kota Jogjakarta. Karaton artinya tempat dimana raja dan ratu tinggal, atau dalam kata lain Kadaton yang artinya sama. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam.
Arsitektur istana ini adalah Sultan Hamengkubuwono I sendiri, yang merupakan pendiri dari kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda- Dr.Pigeund dan Dr.Adam yang menganggapnya sebagai "arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta".

Ada beberapa bagian dari wilayah Keraton, salah satunya adalah Pintu Gerbang Donopratopo yang berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu".
Dua patung raksasa yang terdapat di samping, salah satunya menggambarkan kejahatan dan yang lain menggambarkan kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang jahat ". Bukan hanya ini, anda juga dapat menyaksikan peninggalan budaya dari kerajaan Keraton yang lain seperti North Alun-alun, South Alun-alun, Siti Hingil , Kemandungan, Regol Gadungmlati, Regol Brojonolo, Bangsal Witono, Bangsal Manguntur Takil, Bangsal Trajumas, Bangsal Kencono, Pavilion Praba Yeksa, Gedong kuning.

Di dalam Keraton terdapat museum yang dipersembahkan kepada almarhum Sultan Hamengkubuwono IX, ayah dari Sultan Hamenggkubuwono X yang merupakan Sultan saat ini. Sultan Hamengkubuwono IX adalah seorang figur politisi yang terkenal dan merupakan pemimpin Indonesia. Dorongan dan kontribusinya kepada Republik Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan dihormati dan dikenal oleh sebagian besar rakyat Indonesia.
Jogjakarta pernah menjadi ibukota Indonesia (1946-1949) dan diresmikan melalui Undang-Undang menjadi daerah khusus yang sama dengan propinsi. Museum ini memamerkan salinan berharga dari Pusaka yang sakral, hadiah dari kerajaan asing, gamelan, kereta kerajaan dan beberapa foto keluarga kerajaan dan susunan keluarga.

Pusat Pertokoan Jogja


Malioboro
MALIOBORO adalah pusat pertokoan pertama dan utama di Jogja hingga saat ini. Sejak awal keberadaannya pada akhir abad 19, Malioboro tidak pernah surut perkembangannya. Seburuk-buruknya kondisi ekonomi di dalam negeri, tidak pernah membuat perdagangan di Malioboro menjadi surut. Kebangkrutan yang dialami oleh para pedagangnya lebih disebabkan oleh kekalahan dalam bersaing dengan para pendatang baru yang kreatif dan agresif.

Tahun 1992 dibuka pusat belanja MALIOBORO MALL di tengah-tengah Malioboro. Meskipun mengundang pro dan kontra pada awalnya, mall pertama di Jogja itu kini menjadi salah satu tempat belanja favorit di Malioboro. Beberapa tahun kemudian sebuah toko besar yang sudah cukup lama terkenal di Malioboro, Toko Ramai, mengembangkan diri menjadi RAMAI MALL.

Malioboro saat ini bukan lagi sekedar pusat pertokoan tetapi juga menjadi pusat kaki lima paling mahal di Jogja. Sewa kapling kaki lima yang rata-rata hanya seluas satu meter persegi sudah mencapai lebih dari 20 juta rupiah per tahun.

Soal apa saja yang diperdagangkan, sulit menyebutkan berapa ribu jenis produk dijual di Malioboro. Sama sulitnya dengan menyebutkan apa yang tidak dijual di tempat ini.

Jalan Suryotomo
Di belakang Timur Jalan Malioboro, ada Jalan Suryotomo yang saat ini menjadi pusat penjualan alat perlengkapan rumah tangga, terutama yang terbuat dari plastik. Salah satu toko yang terkenal adalah Toko Progo. Toko tersebut merupakan toko perlengkapan rumah tangga pertama di kawasan ini, yang buka sejak tahun 1950an dan tetap besar hingga sekarang.

Pusat pertokoan Jalan Suryotomo ini lebih dikenal orang Jogja sebagai SHOPPING CENTER daripada nama jalannya. Dulu di sisi selatan Pasar Beringharjo ini ada sebuah pusat perbelanjaan atau shopping center yang dilengkapi dengan gedung bioskop. Kini shopping center tersebut sudah rata dengan tanah tapi namanya masih tetap hidup

Jalan Solo
Nama resmi jalan ini sebenarnya Jalan Urip Sumoharjo. Karena pernah menjadi jalan utama menuju kota Solo, jalan ini menjadi lebih dikenal sebagai Jalan Solo. Untuk mengurangi kepadatan Malioboro, Jalan Solo dikembangkan menjadi pusat pertokoan sejak sekitar tahun 1978. Saat itu ada tiga buah gedung bioskop: Presiden, Rahayu dan Royal di sepanjang jalan ini yang membuat Jalan Solo dianggap potensial oleh Pemerintah Daerah untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan.

Dibandingkan dengan Malioboro, Jalan Solo jauh lebih lambat perkembangannya sebagai pusat pertokoan. Apalagi ketika kemudian tiga bioskop tersebut bangkrut pada awal tahun 1980an karena kalah bersaing dengan maraknya videofilm saat itu. Munculnya gedung bioskop baru Empire 21 dan Regent 21 pada pertengahan 1980an, sempat membuat perdagangan di Jalan Solo ramai kembali.

Ketika dua gedung bioskop itu habis terbakar pada tahun 1997, keramaian pusat pertokoan Jalan Solo berpindah ke sebuah pusat belanja baru, GALERIA MALL yang ada di ujung Jalan Jend. Sudirman, satu ruas jalan dengan Jalan Solo. Adanya Galeria Mall, pusat pertokoan Jalan Solo saat ini semakin hidup dan bahkan mulai melebar ke Jalan Prof Johannes.

Mall
Jogja memiliki tiga buah mall yang cukup lengkap dan ramai dikunjungi. dan MALIOBORO MALL, RAMAI MALL di Jalan Malioboro dan GALERIA MALL di Jalan Jend Sudirman, dekat pusat pertokoan Jalan Solo.

Dari segi jenis produk yang dijual, tiga mall ini tidak banyak beda, terutama produk fashion dan makanan, tetapi dilihat dari segmen pembelinya, entah disengaja atau tidak, saat ini ketiga mall tersebut membentuk segmen pasarnya sendiri-sendiri. Ramai Mall cenderung ke masyarakat menengah bawah, Malioboro Mall ke masyarakat menengah dan Galeria Mall ke kelompok menengah atas.

Meskipun namanya mall dan konsep awalnya adalah kenyamanan belanja, suasana belanja mall seringkali tidak beda dengan pasar, berjubel, terutama pada hari-hari libur. Lebih-lebih mall juga memberi peluang bagi kaki lima berbagai produk untuk hadir di dalamya. Ruang lapang untuk lalu-lalang pengunjung yang sering disebut atrium, lebih sering dipakai sebagai tempat pameran promosi penjualan. Pada hari-hari libur, pameran' kerajinan seringkali digelar di mall untuk menarik pembeli dari luar Jogja.

Gudeg....Ehmm...Nyam..Nyam...


Gudeg adalah Jogja, Jogja adalah gudeg. Dua kata ini nampak seperti kembar siam, sulit dipisahkan. Kalau Anda sejenak berkeliling kota Jogja, akan banyak menemui penjual masakan yang manis ini. Orang Jogja suka menyantap gudeg ini terutama di pagi dan malam hari.

Masakan gudeg ada 2 macam, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah , hanya satu kali dimasak dengan direbus hingga habis airnya, Sedangkan gudeg kering , minimal 2 kali memasak hingga benar-benar kering. Gudeg kering mempunyai daya tahan lebih lama (bisa sampai 4-5 hari) daripada gudeg basah, karena air di dalamnya benar-benar sudah habis. Gudeg biasanya disajikan dengan sayur daun singkong, ayam , telur, dan krecek pedas (dari bahan kulit sapi). Untuk gudeg basah biasanya ditambahkan dengan areh.

Bahan baku gudeg juga bervariasi. Umumnya gudeg Jogja dibuat dari bahan baku nangka muda. Bahan baku lain adalah rebung (bambu muda) dan manggar (bunga pohon kelapa). Namun jarang orang membuat gudeg dari dua bahan baku ini, karena sulit didapat. Namun ada warung gudeg yang spesialisasi menjual gudeg dari bahan manggar, yaitu GUDEG BU HENDRO. Warungnya dapat ditemukan di jalan Hayam Wuruk, daerah Lempuyangan pada malam hari.

Di pagi hari, tempat menyantap gudeg yang cukup kondang adalah di jalan Wijilan (sebelah timur Kraton), orang sering menyebutnya GUDEG WIJILAN. Di sepanjang jalan ini, setiap pagi berjejer penjual gudeg . Namun di antara banyak penjual gudeg ini, GUDEG YU DJUM yang ramai dikunjungi orang. Selain di Wijilan, Anda dapat mudah menemui penjual gudeg di sudut - sudut jalan kota Jogja.

Di utara UGM, tepatnya KAMPUNG BAREK, adalah sentra produsen gudeg. Di sini ada belasan rumah yang memproduksi gudeg dan rata-rata mempunyai tempat berjualan di seantero kota Jogja. Beberapa nama gudeg kondang berasal dari kampung ini, antara GUDEG YU DJUM, GUDEG YU GINUK, GUDEG BU AMAD, dll.

Di malam hari, penjual gudeg lebih tersebar. Beberapa daerah penjual gudeg yang terkenal adalah di Tugu - Mangkubumi, sepanjang jalan Solo, seputar jalan Brigjen Katamso. Salah satu penjual gudeg malam hari yang cukup terkenal adalah GUDEG PERMATA atau GUDEG BU PUJO. Disebut gudeg Permata, karena letak warung ini persis di sebelah bioskop Permata. Tempat lain yang cukup kondang adalah GUDEG WIROBRAJAN, GUDEG TUGU

Kunjungan Peserta Diklat Cyber PR ke BID Kota Jogja

Sebanyak 22 (dua puluh dua) peserta Diklat Cyber Public Relation STMM “MMTC” Yogyakarta dan dosen pembimbing mengadakan kunjungan ke Badan Informasi Daerah Kota Yogyakarta dalam rangka kegiatan kunjungan kerja lapangan sebagai bagian dari materi pelajaran yang dilaksanakan oleh Panitia Diklat STMM “MMTC” Yogyakarta. Kunjungan tersebut diterima oleh Kepala Badan Informasi Daerah Kota Yogyakarta Drs. Sukirno, MM didampingi oleh Kepala Bidang Pengembangan Sistem Informasi, Drs. Rudi Firdaus,MBA, MSi dan pengelola UPIK, Drs. Nur Pireno, di Ruang Rapat II Pemerintah Kota Yogyakarta, Rabu (23/7).
Menurut Ketua Rombongan, Drs. Suparwoto, M.Sn, kunjungan kerja lapangan ini merupakan ajang pelatihan peserta dalam mengimplementasikan ilmu yang diperoleh di kelas untuk diaplikasikan di lapangan.

Peserta diklat yang mengikuti kunjungan kerja lapangan ini terdiri dari berbagai instansi di wilayah Indonesia yaitu dari BPPI Jakarta, BPPI Bandung, BPPI Manado, BPPI Makasar, Depkominfo Jakarta, LPP RRI Jambi, Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap, LPP TVRI,MMTC Yogyakarta dan BID Kota Yogyakarta.

Dalam kesempatan ini, para peserta diberi kesempatan waktu untuk mengajukan pertanyaan kaitannya dengan program kegiatan Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya yang dilakukan oleh BID Kota Yogyakarta yaitu UPIK (Unit Pengelola Informasi dan Keluhan), Walikota Menyapa yang disiarkan langsung lewat radio tiap hari Senin pagi dan Kamis malam, Obrolan Balaikota yang ditayangkan di TVRI Yogyakarta serta pengelolaan website jogja.go.id.
Sementara itu Kepala Badan Informasi Daerah Kota Yogyakarta mengucapkan terimakasih atas kunjungan ini dan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peserta diklat.
Kunjungan peserta diklat diakhiri dengan tinjauan ke ruang administrator UPIK yang berada di Dinas Perizinan untuk menyaksikan secara langsung aplikasi dan mekanisme kerja UPIK.

Parangtritis, Pantai Paling Terkenal di Yogyakarta



Pantai Parangtritis adalah salah satu pantai yang mesti dikunjungi, bukan cuma karena merupakan pantai yang paling populer di Yogyakarta, tetapi juga memiliki keterkaitan erat dengan beragam objek wisata lainnya, seperti Kraton Yogyakarta, Pantai Parangkusumo dan kawasan Merapi. Pantai yang terletak 27 kilometer dari pusat kota Yogyakarta ini juga merupakan bagian dari kekuasaan Ratu Kidul.

Penamaan Parangtritis memiliki kesejarahan tersendiri. Konon, seseorang bernama Dipokusumo yang merupakan pelarian dari Kerajaan Majapahit datang ke daerah ini beratus-ratus tahun lalu untuk melakukan semedi. Ketika melihat tetesan-tetesan air yang mengalir dari celah batu karang, ia pun menamai daerah ini menjadi parangtritis, dari kata parang (=batu) dan tumaritis (=tetesan air). Pantai yang terletak di daerah itu pun akhirnya dinamai serupa.
Pantai Parangtritis merupakan pantai yang penuh mitos, diyakini merupakan perwujudan dari kesatuan trimurti yang terdiri dari Gunung Merapi, Kraton Yogyakarta dan Parangtritis. Pantai ini juga diyakini sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga sesaat setelah selesai menjalani pertapaan. Dalam pertemuan itu, Senopati diingatkan agar tetap rendah hati sebagai penguasa meskipun memiliki kesaktian.
Sejumlah pengalaman wisata bisa dirasakan di pantai ini. Menikmati pemandangan alam tentu menjadi yang paling utama. Pesona alam itu bisa diintip dari berbagai lokasi dan cara sehingga pemandangan yang dilihat lebih bervariasi dan anda pun memiliki pengalaman yang berbeda. Bila anda berdiri di tepian pantainya, pesona alam yang tampak adalah pemandangan laut lepas yang maha luas dengan deburan ombak yang keras serta tebing-tebing tinggi di sebelah timurnya.
Untuk menikmatinya, anda bisa sekedar berjalan dari arah timur ke barat dan memandang ke arah selatan. Selain itu, anda juga bisa menyewa jasa bendi yang akan mengantar anda melewati rute serupa tanpa lelah. Ada pula tawaran menunggang kuda untuk menjelajahi pantai. Biayanya, anda bisa membicarakan dengan para penyewa jasa.

Usai menikmati pemandangan Parangtritis dari tepian pantai, anda bisa menuju arah Gua Langse untuk merasakan pengalaman yang berbeda. Di jalan tanah menuju Gua Langse, anda bisa melihat ke arah barat dan menyaksikan keindahan lain Parangtritis. Gulungan ombak besar yang menuju tepian pantai akan terlihat berwarna perak karena sinar matahari, dan akan berwarna menyerupai emas bila sinar matahari mulai memerah atau menjelang senja. Pemandangan eksotik ini sempat dinikmati YogYES ketika berkunjung beberapa hari lalu.
Puas dengan pemandangan alamnya anda bisa menikmati pengalaman wisata lain dengan menuju tempat-tempat bersejarah yang terdapat di sekitar Pantai Parangtritis. Salah satunya adalah Makam Syeh Bela Belu yang terletak di jalan menuju pantai. Anda bisa naik melalui tangga yang menghubungkan jalan raya dengan bukit tempat makam sakral ini. Umumnya, banyak peziarah datang pada hari Selasa kliwon.
Selesai mengunjungi makam, anda bisa menantang diri untuk menuju Gua Langse, gua yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 3 km dan melalui tebing setinggi 400 meter dengan sudut kemiringan hampir 900. Untuk memasuki gua yang juga sering disebut sebagai Gua Ratu Kidul ini, anda harus meminta ijin pada juru kuncinya terlebih dahulu. Menurut salah seorang penjaga Pantai Depok yang di waktu mudanya sering menuruni gua, anda bisa melihat pemandangan laut selatan yang lebih indah begitu berhasil memasuki gua.
Pada tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Cina, anda bisa melihat prosesi upacara Peh Cun di Parangtritis. Peh Cun, berasal dari kata peh yang berarti dayung dan cun yang berarti perahu, merupakan bentuk syukur masyarakat Tioghoa kepada Tuhan. Perayaan ini juga bermaksud mengenang Khut Gwan (Qi Yuan), seorang patriot dan sekaligus menteri pada masa kerajaan yang dikenal loyalitasnya pada raja hingga ia difitnah oleh rekannya dan memilih bunuh diri.
Perayaan Peh Cun di Parangtritis tergolong unik karena tidak diisi dengan atraksi mendayung perahu berhias naga seperti di tempat lain, tetapi dengan atraksi telur berdiri. Atraksi dimulai sekitar pukul 11.00 dan memuncak pada pukul 12.00. Pada tengah hari, menurut kepercayaan, telur bisa berdiri tegak tanpa disangga. Namun, begitu memasuki pukul 13.00, telur akan terjatuh dengan sendirinya dan tak bisa didirikan lagi.

Untuk mencapai Parangtritis, anda bisa memilih dua rute. Pertama, rute Yogyakarta - Imogiri - Siluk - Parangtritis yang menawarkan pemandangan sungai dan bukit karang. Kedua, melewati rute Yogyakarta - Parangtritis yang bisa ditempuh dengan mdah karena jalan yang relatif baik. Disarankan, anda tidak mengenakan baju berwarna hijau untuk menghormati penduduk setempat yang percaya bahwa baju hijau bisa membawa petaka.

Pesona Wisata Tebing Karang Pantai Siung


Bukan hanya Pulau Bali yang memiliki jejeran pantai berpasir putih, Propinsi D.I. Yogyakarta pun memiliki jejeran pantai indah berpasir putih di sepanjang pesisir pantai selatan Kabupaten Gunung Kidul. Salah satu pantai berpasir putih yang pantas dijadikan sebagai referensi adalah Pantai Siung yang tepatnya terletak di Dusun Duwet, Desa Purwodadi, Tepus, Gunung Kidul, DIY. Pantai dengan tebing karang tinggi ini wajar bila lantas menjadi pantai favorit. Selain keindahannya, pantai ini didukung oleh suasananya yang tenang. Maklum saja, karena bukan objek wisata utama, seperti Baron, Sundak atau pantai Kukup, Pantai Siung memang cenderung lebih senyap. Letaknya yang harus ditempuh perjalanan selama 2,5 jam dari Jogja dengan kendaraan bermotor mungkin juga penyebab sedikitnya wisatawan yang mampir ke daerah ini. Hal itulah yang akhirnya semakin menggugah hasrat trulyjogja.com untuk mengisi suatu weekend dengan camping hura-hura di sana. Membayangkan memiliki pantai indah itu sendirian sepanjang malam.
Sepanjang perjalanan menuju Pantai Siung kami sudah dimanja dengan hamparan bukit bertanah merah dengan pepohonan jati yang meranggas karena kemarau panjang. Namun sebenarnya di musim hujan, daerah ini akan tampak jauh lebih hijau. Di sinilah nilai lebih kabupaten Gunung Kidul, walaupun terkenal sebagai daerah tandus dengan musim keringnya yang panjang namun tidak lantas menjadikan kawasan ini tanpa daya tarik. Setelah menempuh perjalanan selama hampir dua setengah jam melewati berbagai tanjakan dan kelokan, akhirnya hamparan pantai berpasir putih pun terlihat.

Begitu memasuki area parkir, para pengunjung akan langsung disambut oleh tebing dan karang yang tinggi. Berbeda dengan pantai lain di Jogja, suguhan Pantai Siung tak hanya berupa pasir putih dan air laut yang tenang. Jajaran tebing-tebing yang mengelilingi pantai layak untuk ditaklukkan. Dengan sedikit mendaki, pemandangan yang didapat akan meninggalkan kesan tersendiri. Bahkan terdapat sebuah tempat yang tersembunyi di balik tebing-tebing, dengan hamparan rumput yang lumayan luas dan sebuah gazebo tradisional. Laut yang luas dengan bingkai tebing pun menjadi latar belakang pemandangan di sana.
Pesona tebing karang yang ditawarkan oleh Pantai Siung inilah yang akhirnya menobatkan objek wisata pantai Siung sebagai kawasan wisata minat khusus panjat tebing, yang diidentifikasikan secara simbolik dengan rumah panggung bernama Pondok Pemanjat, tempat khusus bagi para pemanjat yang ingin menjajal kemampuannya di sini. Selain fasilitas untuk para pemanjat, tersedia pula Ground Camp bagi pencinta kegiatan berkemah. Pantai Siung memang tempat yang tepat untuk bersenang-senang dengan alam.

Wisata "KULINER" Jogjakarta

Saat Anda berkunjung ke Jogja, tentu mempunyai urusan yang berbeda-beda. Mungkin ada kepentingan bisnis di kota gudeg ini, atau keperluan keluarga, misalnya menengok saudara atau anak yang sedang menuntut ilmu di kota pelajar. Namun mayoritas orang yang datang ke Jogja adalah untuk berwisata, entah rombongan atau perorangan.

Apapun kepentingan dan tujuan berada di kota ini, Anda melakukan aktivitas yang sama yaitu makan. Makan adalah aktivitas rutin manusia, namun tidak banyak orang yang menyadari bahwa makan tidak semata - mata aktivitas fisiologis, tapi juga mempunyai dimensi psikologis hingga sosial.

Pada saat kita makan, alat pencernaan-lah yang bekerja sementara organ tubuh yang lain dapat beristirahat. Jika masakan enak dan didukung dengan tempat yang nyaman, maka secara psikis seseorang akan merasa nyaman dan tenang. Kalau Anda sering makan bersama dengan anggota keluarga atau teman kerja, jangan kecilkan aktivitas ini. Kedekatan, suasana akrab, situasi tegang yang menjadi cair justru dapat dari makan bersama ini.

Jogja sebagai daerah wisata, mempunyai tempat - tempat makan yang lezat dan menarik, atau sering dikenal dengan sebutan wisata kuliner. Beberapa tempat makan di kota ini sangat dikenal oleh orang luar Jogja, sehingga setiap kali mengunjungi kota ini selatu mampir. Nama - nama seperti GUDEG WIJILAN, BAKMI KADIN, AYAM GORENG SUHARTI, seolah menjadi kunjungan ritual wisatawan domestik ketika di Jogja.

Di luar tempat-tempat makan kondang itu, Anda dapat menemukan aneka ragam makanan lain di Jogja. Makanan - makanan Indonesia populer seperti sate, soto, mie ayam, pecel, gado-gado, dengan mudah Anda dapatkan di sini. Begitu juga dengan makanan internasional seperti Eropa, Jepang, Mexico, India, Mesir, semua tersedia di Jogja. Masing-masing mempunyai cita rasa sendiri yang mungkin tidak Anda temukan di daerah lain.

Di kota ini tidak hanya tersedia masakan Jogja, Indonesia atau internasional saja. Jogja sudah lama dikenal sebagai kota multikultural, termasuk makanannya. Anda di Jogja bisa mencicipi berbagai masakan Nusantara dari berbagai daerah di Indonesia, dari masakan Aceh sampai Papua.

Jika umumnya di banyak tempat di Indonesia saat makan terbagi dalam tiga waktu, yaitu sarapan, makan siang dan makan malam, maka di Jogja Anda akan mendapatkan empat kali waktu makan. Ada banyak warung atau rumah makan yang waktu bukanya pada pagi hari, siang dan malam sampai kira-kira pukul 21.00. Namun ada juga warung makan yang baru buka pukul 21.00 sampai larut malam.

Kalau Anda menyempatkan diri berkeliling kota saat larut malam, akan melihat banyak orang Jogja yang sekedar nongkrong di warung sambil menikmati makanan dan minuman. Mereka yang makan saat larut malam, bukan berarti terlambat makan malam. Seringkali mereka sudah makan malam, namun karena terbiasa tidur larut malam, maka butuh makan satu kali lagi.

'Ritual' ini tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan perut, namun kalau Anda cermati ada ruang sosial di sana. Sebagian dari mereka yang mencari makan larut malam, datang bersama teman - teman kuliah atau satu profesi. Obrolan di di warung makan topiknya bisa macam-macam , dari soal yang ringan mengenai acara sepakbola di TV sampai masalah politik pemilihan presiden.


Senin, 04 Agustus 2008

Malioboro....Surga Cinderamata...



Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro.
Terletak sekitar 800 meter dari Kraton Yogyakarta, tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti "karangan bunga" menjadi dasar penamaan jalan tersebut.
Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan saat agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948 juga pernah menjadi lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.

Menikmati pengalaman berbelanja, berburu cinderamata khas Jogja, wisatawan bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade). Di sini akan ditemui banyak pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang banyak ditemui di tempat perdagangan lain. Sepanjang arcade, wisatawan selain bisa berbelanja dengan tenang dalam kondisi cerah maupun hujan, juga bisa menikmati pengalaman belanja yang menyenangkan saat menawar harga. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.

Jangan lupa untuk menyisakan sedikit tenaga. Masih ada pasar tradisional yang harus dikunjungi. Di tempat yang dikenal dengan Pasar Beringharjo, selain wisatawan bisa menjumpai barang-barang sejenis yang dijual di sepanjang arcade, pasar ini menyediakan beraneka produk tradisional yang lebih lengkap. Selain produk lokal Jogja, juga tersedia produk daerah tetangga seperti batik Pekalongan atau batik Solo. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga yang lebih murah.
Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.