Rabu, 06 Agustus 2008

Pusat oleh-oleh dari Jalan Mataram


Berlibur rasanya belum lengkap jika tidak membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman di rumah. Pada umumnya sebuah daerah wisata memiliki beberapa tempat khusus guna memenuhi kebutuhan tersebut. Pulau Bali misalnya, dengan Pasar Sukowati-nya yang menjual berbagai pernik khas Bali. Demikian halnya dengan Jogjakarta kita tercinta. Selain daerah Pathok yang merupakan sentra penjualan Bakpia, ada juga Jalan Mataram yang menyediakan beragam makanan khas sebagai oleh-oleh.


Di jalan yang terletak di sebelah timur Jalan Malioboro ini, terdapat sekitar delapan toko yang menjual berbagai makanan daerah. Mulai dari Bakpia, Geplak, bahkan Wingko Babat yang sebenarnya merupakan makanan khas Semarang. Namun karena letaknya yang strategis, kawasan ini pun menjadi tujuan bagi para wisatawan yang tengah berkunjung. Mulai dari pelanggan yang hendak pulang kampung hingga siswa-siswi yang tengah study tour di Jogja.
Bagi ibu Nini, salah satu pemilik toko oleh-oleh di sana, salah satu alasan baginya membuka usaha ini adalah modal yang tidak terlalu besar. Kebanyakan barang dagangannya merupakan titipan dari produsen di Jogja dan sekitarnya dengan sistem konsinyasi. "Karena semuanya titipan, prosentase kerugian otomatis dapat diminimalkan. Setidaknya saya tidak begitu rumit memikirkan perputaran barang karena posisi saya sebagai penyedia tempat saja," urai wanita yang membuka usaha ini sejak empat tahun lalu.


Selain libur sekolah, lebaran, natal dan tahun baru, kawasan ini juga ramai dikunjungi pada masa long weekend. Hari kejepit, demikian istilah yang kerap digunakan. Jika tiba musimnya, puluhan kardus Bakpia atau puluhan kilo geplak akan keluar dari etalase toko oleh-oleh disini. Ya, bakpia dimanapun berada tetap menjadi primadona dari Jogja. Makanan lain yang kerap pula diserbu oleh pelanggan adalah geplak dan yangko, dengan rata-rata harga antara Rp 10.000,- sampai Rp 17.500,- .


Berada tepat di sebelah timur Malioboro, kawasan ini mendapat hibah kendaraan bermotor yang memadati jalan. Belum lagi area parkir yang disediakan di sepanjang bahu jalan. Namun demikian hal itu dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi para pengunjung, karena berarti tidak perlu berjalan terlalu jauh. Jangan pula khawatir jika anda merupakan rombongan dari bus pariwisata yang harus berhenti di terminal Abu Bakar Ali. Ada beberapa jalur angkutan umum yang dapat digunakan, antara lain jalur 2 dan jalur 10.
Untuk Anda yang harus berangkat pagi atau malam hari, beberapa toko sudah mulai buka pada pukul 06.00 sampai dengan 21.30. Anda pun dapat menyempatkan diri mampir kemari untuk membeli oleh-oleh bagi keluarga maupun teman di rumah sebelum mengejar keberangkatan ke kota tujuan. Selamat datang dan selamat jalan. Semoga Jogja tetap berkesan di hati, dengan oleh-oleh yang Anda bingkiskan. (dee)

Selasa, 05 Agustus 2008

Menyimak Keunikan Galeri Sang Maestro Affandi



Bangunan unik yang terletak di Jl. Adisucipto 167 ini merupakan kreasi pribadi pelukis besar ekspresionis Indonesia, Affandi, yang dibangun secara bertahap sejak tahun 1960 dengan kurun waktu mencapai 12 tahun. Karena didesain sendiri oleh si empunya, museum Affandi secara filosofis menyimpan berbagai kenangan dan refleksi dari diri sang Maestro. Atap kompleks museum Affandi yang merupakan replika dari pelepah pisang, misalnya, diceritakan oleh Juki Affandi berakar dari sebuah kejadian sederhana yang pernah dialami oleh Affandi. "Dulu pak Affandi pernah kehujanan dan beliau menggunakan pelepah pisang untuk menutupi kepalanya, karena itu atap museum ini berbentuk seperti pelepah pisang," tuturnya.

Dibangun diatas tanah seluas 3500 meter persegi, Kompleks museum Affandi memiliki tiga galeri utama di samping beberapa bangunan pendukung lainnya, antara lain guest house, studio lukis, dan kafe serta satu kolam renang kecil dengan pepohonan yang asri disekelilingnya. Galeri pertama yang terletak di sebelah selatan kompleks museum adalah galeri khusus di mana tersimpan sekitar 300 buah karya Affandi dalam berbagai media yang mampu dikumpulkan oleh keluarga Affandi selaku pengelola museum ini. Di gallery inilah dipamerkan lukisan Affandi yang memperlihatkan perjalanan kariernya sejak tahun 1930-an.
Selain lukisan, di galeri ini juga terdapat Mitsubishi Galant keluaran tahun 1970, mobil pribadi Affandi, yang telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh Affandi dengan dominasi warna kuning dan hijau yang merupakan warna favorit sang maestro. Bukan untuk dikendarai, namun hanya dipamerkan pada pengunjung.
Galeri kedua berisi lukisan karya keluarga besar Affandi, Kartika Affandi, Rukmini, serta berbagai karya dari pelukis kenamaan lainnya. Sedangkan galeri ketiga merupakan galeri yang khusus disiapkan pihak museum untuk memajang karya para pelukis lain yang hendak menjual lukisannya. Galeri tiga yang baru diresmikan oleh Sri Sultan HB X pada tahun 2000 lalu terdiri dari tiga lantai bangunan, lantai pertama digunakan untuk ruang pameran, lantai kedua untuk ruang perawatan atau perbaikan lukisan, dan ruang bawah tanah berfungsi sebagai ruang penyimpanan lukisan.

Selain sebagai ruang pamer beragam karya lukis, Museum Affandi juga terbuka untuk berbagai acara yang diselenggarakan oleh pihak luar. Mulai dari acara lomba menggambar hingga pentas musik pernah diadakan di area kompleks Museum Affandi. Penataan bangunannya yang unik memang cocok untuk memberikan suasana yang berbeda bagi kegiatan apapun.
Suasana asri dan sejuk begitu terasa di kawasan museum. Ditambah lagi detail bangunan yang begitu unik dan berbeda. Tidak salah rasanya jika Museum Affandi dijadikan sebagai salah satu tempat alternatif untuk membebaskan pikiran sejenak pada akhir pekan. Untuk dapat mengakses keunikan di Museum Affandi dikenakan biaya masuk sebesar Rp 10.000,- bagi turis domestik dan Rp 20.000,- bagi turis asing. Tapi jika Anda ingin mengabadikan kunjungan Anda, terdapat biaya tambahan sebesar Rp 10.000,- - Rp 30.000,- untuk sebuah lukisan, tergantung dari media yang digunakan. Setelah puas melihat-lihat dan mengabadikan berbagai lukisan di Museum affandi, pengunjung pun bisa menikmati sajian menu yang tersedia di kafe 'Loteng' atau melanjutkan kegiatan dengan bermain air di kolam renang kompleks museum. Tentu saja ada tambahan biaya sebesar Rp 5.000,- untuk berenang di kolam tersebut. Tertarik untuk mencoba? (dee)